Sextortion: Pemerasan Melalui Seks

Digitalmania – Bagi sebagian besar orang keintiman antar sesama jenis, merupakan suatu hal yang bisa diumbar dimana-mana. Hal semacam ini adalah tabu untuk dibicarakan apalagi dipertontonkan. Jika sampai bisa dikonsumsi oleh orang lain, maka ini akan menjadi aib bukan hanya untuk dirinya tapi juga keluarga. Pelaku kejahatan siber juga sangat memahami hal tersebut dengan sangat baik dan memanfaatkannya.

Di jaman digital seperti sekarang, membuat segala hal lebih mudah dari sebelumnya, setiap orang dapat berkelana ke ujung dunia dan menjalin persahabatan sampai dengan hubungan yang spesial. Sesuatu yang tadinya biasa kini berubah menjadi luar biasa begitu perasaan dilibatkan berakhir dengan keintiman. Sayangnya, pelaku kejahatan siber menyalahgunakan kepercayaan online, lalu menggunakan sextortion, untuk memeras uang melalui ancaman mempermalukan di hadapan publik.

FBI baru-baru ini memperingatkan bahwa jumlah pengaduan pemerasan seks telah meningkat pada paruh pertama tahun 2021. Badan tersebut menerima lebih dari 16.000 pengaduan tahun ini, dengan kerugian melebihi $8 juta.

Meskipun jumlah korban penipuan asmara telah meningkat sejak lama, pandemi COVID-19 telah memperburuk tren. Dengan tidak adanya kencan di kehidupan nyata, orang beralih ke ruang digital. Dunia digital adalah arena kencan baru. Tapi, penipu sextortion juga mendapat manfaat dari evolusi ini.

Waspadalah terhadap jebakan

Ada banyak motivasi di balik niat scammers. Sebuah studi baru-baru ini terhadap lebih dari 150 kasus pemerasan seks mengungkapkan bahwa beberapa pelaku ancaman menargetkan anak di bawah umur untuk membujuk mereka agar berbagi konten visual yang intim. Sebaliknya, yang lain menargetkan orang asing acak karena alasan keuangan.

Namun, dalam kedua kasus, taktik serupa digunakan. Scammers akan menggunakan aplikasi kencan, media sosial, atau email terkenal untuk memancing korban. Scammers biasanya akan berpura-pura menjadi korban, umumnya bertindak normal untuk menunjukkan ketertarikan mereka seakan nyata adanya.

FBI mencatat bahwa sebagian besar korban melaporkan kontak awal sebagai hubungan timbal balik. Namun, penipu akan mencoba mengarahkan interaksi dari platform tepercaya ke aplikasi perpesanan segera setelahnya. Penjahat biasanya adalah orang pertama yang memulai pertukaran konten seksual eksplisit, mendorong korban untuk mengikuti.

Namun, scammers tidak menunjukkan diri mereka sebenarnya, gambar yang dipakai merupakan hasil curian atau dipalsukan. Taktik yang lebih maju melibatkan scammers yang menyewa model video untuk meyakinkan korban agar mengungkapkan dirinya sendiri.

Bukan hal yang aneh bagi penipu untuk mendapatkan akses ke akun media sosial korban atau mendapatkan daftar kontak, yang memungkinkan pelaku mengeluarkan ancaman untuk mengungkapkan konten eksplisit kepada teman dan keluarga.

Permainan melecehkan

Taruhannya bisa menjadi jauh lebih tinggi bagi korban yang telah menjalin hubungan dengan scammer jangka panjang, yang memupuk hubungan palsu untuk waktu yang lama untuk mendapatkan lebih banyak kepercayaan dan memperoleh lebih banyak informasi.

Jika scammer telah menjalin hubungan selama berbulan-bulan dengan korban, mereka mungkin juga mengetahui anggota keluarga dan kolega dan mengancam akan membocorkan materi kepada mereka.

Setelah korban membagikan gambar, operasi pemerasan dimulai. Untuk membuat ancaman mereka tampak lebih kredibel, scammer akan menyebutkan kepada siapa mereka akan mengirim konten eksplisit. Biasanya, itu adalah anggota keluarga, teman, atau majikan.

Itu bisa menjadi sesuatu yang sangat sulit bagi seseorang jika dihadapkan pada situasi semacam itu. Scammers akan terus menekan korban untuk segera membayar, sekaligus mengancam akan menghancurkan hidup korban jika permintaan tebusan tidak dipenuhi.

Aib sebagai alat pemeras

Bagi banyak orang, tindakan pemerasan seks yang keji bisa jadi terlalu berlebihan. Beberapa kasus menunjukkan bahwa beberapa korban pemerasan menyalahkan diri mereka sendiri karena mendapat masalah, sementara yang lain bahkan mencoba bunuh diri.

Sebuah studi kasus tahun 2019 tentang korban pemerasan seks menunjukkan bahwa mereka sering merasa putus asa, isolasi sosial, dan ketakutan terus-menerus. Rasa malu dan ketidakberdayaan yang semakin parah membuat banyak korban enggan untuk melapor.

Meskipun ada lebih banyak kasus pemerasan seks yang dilaporkan setiap tahun, itu mungkin baru seujung kuku. Banyak korban menghindari menghubungi pihak berwenang, takut teman dan keluarga mereka akan melihat gambar atau video yang seharusnya hanya menajdi konsumsi pribadi saja.

Korban penipuan ini sering merasa tertekan, malu, dan terisolasi dan itulah senjata yang diandalkan oleh scammers tersebut. Aib selalu menjadi alat pemerasan yang paling efektif. Apa yang bisa lebih baik dari menyandera harga diri dan kehormatan orang lain.

Tips melindungi diri

Beberapa korban pemerasan seks yang berbagi cerita mereka di halaman Reddit khusus berbicara bahwa mereka menyesal lambat menyadari semua sehingga menjadi begitu menyakitkan bahwa pelakulah yang harus disalahkan dan bukan korban itu sendiri.

Pemerasan seks sangat kejam, mereka tidak punya empati apalagi hati nurani, yang mereka peduli hanya uang dan keuntungan, mereka tidak ambil pusing akan sehancur apa hidup korbannya jika mereka menyebarluaskan segala konten keintiman tersebut. Agar terhindar dari masalah tersebut ada beberapa hal yang dapat dilakukan:

  1. Akan bijaksana untuk menahan diri dari berbagi apa pun dengan orang yang tidak dikenal dan meningkatkan pengaturan privasi di akun media sosial pribadi.
  2. Anda dapat menghindari penyalahgunaan dengan tidak mengirimkan konten eksplisit apa pun, baik pesan, foto, atau video, kepada orang asing. Tetap gunakan aplikasi kencan untuk komunikasi dan jadikan akun media sosial Anda pribadi.
  3. Mungkin bermanfaat untuk memeriksa orang di ujung lain percakapan juga. Forensik digital tingkat awal, seperti pencarian gambar, memungkinkan seseorang untuk mengenali scammer sejak awal.
  4. Namun, jika orang dewasa memutuskan untuk membagikan momen intim mereka, ada cara untuk melindungi diri dari kemungkinan penipu. Yang terbaik adalah menyimpan video dan foto sebagai anonim dan tidak dapat diidentifikasi. Itu berarti menghilangkan wajah Anda dan menutupi apa pun yang langsung dikenali, seperti tindikan, tato, tanda lahir, atau bekas luka.
  5. Tidak kalah penting, adalah memastikan layanan lokasi di ponsel Anda dimatikan untuk menghindari pengiriman foto dengan detail geografis secara tidak sengaja.
  6. Hubungi otoritas, pihak berwenang menyarankan untuk tidak pernah mematuhi tuntutan pemerasan dan segera menghubungi polisi setempat. Yang terbaik adalah mendokumentasikan ancaman dan menyimpan pesan masuk karena informasi itu mungkin menjadi bukti yang sangat berharga terhadap pelaku kejahatan.
  7. Menghubungi orang yang bertanggung jawab atas platform tempat korban berbagi foto, dan video juga dapat membantu menangkap pelaku.

Ingat, sekali gambar atau video dikirim ke dunia digital, tidak akan pernah ada jaminan bahwa itu tidak akan dipublikasikan.

Yang terpenting, korban dan orang yang mereka cintai perlu memahami bahwa kesalahan ada pada pelaku dan bukan korban. Teman dan keluarga akan ada di sana untuk mendukung selama masa sulit dan penuh tekanan. Digitalmania. AN