
Image credit: Freepix
AI Berdayakan Penyerang Phising – Phising tetap menjadi vektor utama pelanggaran siber, dan pada tahun 2025, ia telah berevolusi ke bentuk yang paling berbahaya, AI-Generated phising.
Penyerang kini memanfaatkan model generatif canggih (seperti GPT-4 dan penerusnya) untuk merancang penipuan yang sangat personal dan meyakinkan dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
FBI AS secara resmi memperingatkan bahwa penjahat memanfaatkan AI untuk mengatur kampanye phising yang sangat bertarget, menghasilkan pesan yang disesuaikan untuk penerima individu dengan tata bahasa dan gaya yang sempurna.
Taktik ini dapat menyebabkan kerugian finansial yang menghancurkan, kerusakan reputasi, dan kompromi data sensitif, menjadikan setiap perusahaan kini menjadi target.
Pergeseran ini tak terhindarkan. Para analis keamanan melaporkan lonjakan volume phising yang didorong oleh AI, dengan satu laporan mencatat peningkatan serangan phising terkait AI generatif sebesar 1.265%.
Para ahli memperingatkan bahwa sekadar meningkatkan filter lama tidak akan cukup, karena AI phising telah menjadi ancaman email teratas tahun 2025, melampaui ransomware dan risiko internal lainnya.
Baca juga: Risiko Akhir Windows 10 |
Bagaimana AI Memberdayakan Penyerang Phising
Serangan phising selalu mengandalkan rekayasa sosial. Namun, AI generatif telah mengubah total strategi peretas.
Para penipu modern menggunakan tools seperti seri GPT OpenAI, Bard Google, dan bahkan layanan gelap seperti “WormGPT” atau “FraudGPT” untuk mengotomatisasi setiap langkah serangan:
1. Pengumpulan Data dan Pembuatan Profil (Profiling)
Penyerang menggunakan AI untuk mengikis media sosial, profil profesional, dan data publik lainnya untuk setiap target. Machine learning (pembelajaran mesin) menganalisis informasi ini untuk memahami peran seseorang, kontak, minat, bahkan gaya penulisannya.
Ini memungkinkan serangan yang sangat dipersonalisasi yang merujuk pada proyek, acara, atau detail pribadi terkini, menjadikannya jauh lebih meyakinkan daripada spam umum.
2. Personalisasi Ekstrem (Hyper-Personalization)
Dengan AI, setiap email disesuaikan hingga ke penerima. Model generatif menyisipkan konteks, misalnya menyebutkan pembelian baru-baru ini atau kesepakatan bisnis yang akan datang sehingga setiap pesan terasa unik dan relevan.
Para ahli menunjukkan bahwa phising bertenaga AI dapat meniru sentuhan pribadi seperti pesanan terbaru atau nama rekan kerja, meningkatkan tingkat keberhasilan secara dramatis.
3. Pembuatan Konten Realistis
Kemampuan bahasa AI memastikan pesan phising sempurna secara tata bahasa dan menggunakan nada yang sesuai. Model bahasa dapat meniru gaya penulisan perusahaan atau bahkan gaya email pribadi, menghilangkan kesalahan yang dulunya menjadi petunjuk bagi banyak pengguna.
Baca juga: Spyware Android Baru Menyamar Jadi WhatsApp dan TikTok |
4. Deepfake Multimedia
Di luar teks, penyerang menggunakan AI untuk menghasilkan deepfake suara dan video. Misalnya, ada kasus profil tinggi di awal tahun 2024 di mana video deepfake seorang CFO digunakan untuk menipu petugas keuangan agar menyetujui transfer dana sebesar $25 juta.
Teknologi deepfake memungkinkan penjahat meniru eksekutif, kolega, atau vendor terpercaya secara real time dengan otentisitas yang menakutkan.
5. Otomatisasi Skala Besar (Aturan 5/5)
Yang paling mengkhawatirkan, AI memudahkan pembuatan ribuan varian phising unik dengan upaya minimal. Dalam eksperimen oleh peneliti keamanan IBM, AI hanya membutuhkan 5 prompt dan 5 menit untuk membangun serangan yang seefektif serangan yang membutuhkan waktu 16 jam bagi ahli manusia.
Produktivitas eksplosif ini memungkinkan penyerang mengirimkan kampanye polymorphic (pesan yang sedikit bervariasi) dalam skala besar, membuat deteksi hampir mustahil bagi pertahanan lama.
Mengapa Pertahanan Email Tradisional Gagal Total
Sebagian besar tools keamanan warisan (legacy) tidak dirancang untuk tingkat kemampuan adaptasi ini. Tumpukan keamanan tradisional bergantung pada aturan statis, daftar tanda tangan.
Dan pencocokan pola seperti memeriksa pengirim yang “dikenal buruk” atau memfilter kata kunci yang mencurigakan. Namun, phising yang didorong AI mengakali semua ini:
1. Tidak Ada Muatan (Payload) yang Diketahui Buruk
Tidak seperti email yang sarat malware, banyak pesan AI-phising tidak mengandung payload berbahaya sama sekali. Mereka hanya mengandalkan rekayasa sosial. Karena konten dibuat secara dinamis, ia tidak akan cocok dengan tanda tangan atau daftar spam yang ada.
Baca juga: Taktik Canggih Peretas Mencuri Data Rahasia Lewat Asisten Coding AI |
2. Kata Kunci Tidak Menonjol
Email yang dihasilkan AI menggunakan bahasa dan frasa normal, menghindari tanda-tanda spam kuno. Misalnya, alih-alih berteriak “URGENT,” AI mungkin mengatakan “Kami sangat menghargai perhatian Anda segera…”, dengan cerdik menghindari bendera kata kunci umum.
3. Polimorfisme Menggagalkan Deteksi Pola
Dengan mengirimkan ribuan email yang sedikit berbeda (bervariasi subjek, isi, dll.), penyerang mengalahkan filter yang mencari konten identik. Filter yang memblokir “kecocokan 50%” atau yang serupa akan gagal total.
4. Petunjuk Kontekstual Terlewatkan
Filter lama memperlakukan setiap pesan secara terpisah. Mereka tidak tahu bahwa seorang CFO jarang meng-email karyawan magang tentang keuanga.
Atau bahwa faktur vendor dari domain yang tidak dikenal itu mencurigakan. AI dapat menganalisis konteks, sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh aturan statis.
Sumber berita: