352

Credit image: Freepic

Serangan siber bukanlah tindakan acak, melainkan serangkaian langkah terstruktur yang direncanakan dan dieksekusi dengan tujuan tertentu.

Memahami fase-fase serangan siber, kriteria yang menjadi pertimbangan utama para pelaku, serta metode yang mereka gunakan adalah kunci penting bagi para profesional keamanan siber dan organisasi untuk membangun pertahanan yang efektif.

Dengan memahami pola pikir dan taktik penyerang, kita dapat mengantisipasi ancaman dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat.

Baca juga: Metode Serangan Phising Deepfake

Fase-Fase Umum Serangan Siber

Credit image: Freepic

Meskipun setiap serangan dapat bervariasi dalam kompleksitas dan detail, sebagian besar serangan siber mengikuti kerangka kerja umum yang terdiri dari beberapa fase:

  • Reconnaissance (Pengintaian): Fase awal ini melibatkan pengumpulan informasi sebanyak mungkin tentang target. Penyerang mencari kerentanan, sistem yang digunakan, alamat email karyawan, struktur jaringan, dan informasi publik lainnya yang dapat dimanfaatkan. Metode yang digunakan meliputi pemindaian port, social engineering awal, dan analisis informasi publik di internet.
  • Weaponization (Persenjataan): Pada fase ini, penyerang menggabungkan kerentanan yang ditemukan dengan exploit (kode yang memanfaatkan kerentanan) dan payload (kode berbahaya seperti malware). Tujuannya adalah untuk menciptakan senjata siber yang siap dikirimkan ke target.
  • Delivery (Pengiriman): Senjata siber yang telah dipersiapkan kemudian dikirimkan ke target melalui berbagai metode, seperti email phishing, lampiran berbahaya, eksploitasi kerentanan web, atau media penyimpanan eksternal yang terinfeksi.
  • Exploitation (Eksploitasi): Setelah senjata mencapai target, fase eksploitasi dimulai. Exploit dijalankan untuk memanfaatkan kerentanan dalam sistem atau aplikasi target, memberikan penyerang akses awal.
  • Installation (Instalasi): Setelah berhasil mengeksploitasi kerentanan, penyerang seringkali menginstal mekanisme persisten (backdoor) untuk mempertahankan akses ke sistem target di masa mendatang. Ini bisa berupa instalasi malware, modifikasi konfigurasi sistem, atau pembuatan akun pengguna tersembunyi.
  • Command and Control (C2): Fase ini memungkinkan penyerang untuk berkomunikasi dengan sistem yang telah dikompromikan, mengirim perintah, dan menerima data curian. Saluran C2 seringkali disamarkan untuk menghindari deteksi.
  • Actions on Objectives (Tindakan pada Tujuan): Ini adalah fase terakhir di mana penyerang mencapai tujuan akhir mereka, yang dapat berupa pencurian data sensitif, gangguan layanan (denial-of-service), pemerasan (ransomware), atau sabotase sistem.

Baca juga: Metode Phising Qris Palsu

Kriteria yang Dikedepankan Saat Menyerang

Mengulik Metode Serangan Siber
Credit image: Freepix

Dalam merencanakan dan melaksanakan serangan siber, para pelaku kejahatan mempertimbangkan berbagai kriteria untuk memaksimalkan peluang keberhasilan dan meminimalkan risiko tertangkap:

  • Kerentanan Target: Penyerang mencari sistem atau aplikasi dengan kerentanan yang diketahui dan mudah dieksploitasi. Sistem yang tidak di-patch atau memiliki konfigurasi keamanan yang lemah menjadi target utama.
  • Nilai Aset Target: Target dengan aset digital bernilai tinggi, seperti data keuangan, informasi pribadi dalam jumlah besar, atau kekayaan intelektual, lebih menarik bagi penyerang yang termotivasi oleh keuntungan finansial.
  • Aksesibilitas Target: Target yang mudah diakses melalui internet atau memiliki celah keamanan yang jelas lebih disukai daripada target dengan pertahanan yang kuat.
  • Tingkat Keamanan Target: Penyerang akan menghindari target dengan sistem keamanan yang canggih dan tim keamanan yang responsif jika risiko keberhasilan rendah.
  • Potensi Dampak: Serangan yang berpotensi menyebabkan dampak besar pada target (misalnya, gangguan layanan yang meluas atau kebocoran data yang signifikan) seringkali lebih menarik bagi penyerang dengan motif politik atau sabotase.
  • Anonimitas dan Jejak: Penyerang berusaha untuk mempertahankan anonimitas mereka dan meminimalkan jejak digital yang dapat mengarah pada identifikasi dan penangkapan.

Baca juga: Dua Metode Baru Serangan Ransomware

Metode Serangan Siber yang Umum Digunakan:

Mengulik Metode Serangan Siber
Credit image: Freepix

Para pelaku kejahatan siber menggunakan berbagai metode untuk mencapai tujuan mereka, seringkali menggabungkan beberapa teknik dalam satu serangan:

  1. Phising dan Social Engineering: Memanipulasi psikologis korban untuk mendapatkan informasi sensitif atau melakukan tindakan yang menguntungkan penyerang.
  2. Malware (Perangkat Lunak Berbahaya): Menginfeksi sistem target dengan berbagai jenis malware seperti virus, worm, trojan, ransomware, dan spyware untuk mencuri data, merusak sistem, atau mendapatkan akses tidak sah.
  3. Exploitation of Vulnerabilities (Eksploitasi Kerentanan): Memanfaatkan kelemahan keamanan dalam perangkat lunak, perangkat keras, atau konfigurasi sistem untuk mendapatkan akses tidak sah.
  4. Brute Force Attacks: Mencoba berbagai kombinasi kata sandi atau kunci enkripsi secara sistematis hingga berhasil.
  5. Denial-of-Service (DoS) dan Distributed Denial-of-Service (DDoS): Melumpuhkan target dengan membanjiri sistem atau jaringan dengan lalu lintas palsu.
  6. SQL Injection: Memanfaatkan kerentanan dalam aplikasi web yang berinteraksi dengan database SQL untuk mendapatkan akses atau memanipulasi data.
  7. Cross-Site Scripting (XSS): Menyuntikkan kode berbahaya ke dalam situs web yang dilihat oleh pengguna lain.
  8. Man in the Middle (MitM) Attacks: Mencegat komunikasi antara dua pihak untuk mencuri informasi atau memanipulasi data.
  9. Insider Threats: Serangan yang dilakukan oleh orang dalam organisasi yang memiliki akses ke sistem dan data.

Memahami fase-fase serangan, kriteria penyerangan, dan berbagai metode yang digunakan adalah fondasi penting dalam membangun strategi keamanan siber yang tangguh.

Dengan pengetahuan ini, organisasi dapat lebih efektif dalam mengidentifikasi potensi ancaman, menerapkan kontrol keamanan yang tepat, dan merespons insiden keamanan dengan cepat dan efisien, pada akhirnya mengurangi risiko menjadi korban kejahatan siber.

 

 

 

Baca artikel lainnya:

 

 

Sumber berita:

 

Prosperita IT News